Tidak Dicintaimu
Karena aku sudah terlanjur
mencintaimu, seperti rahim yang tak mungkin menelan lagi anaknya.
Sekalipun laba-laba telah membangun sarangnya dalam hatimu,
sesungguhnya aku tidak ingin keluar atau biarlah di dalamnya aku
disekap! Dengan nafas yang terengah-engah, teriring isak yang
tersandung-sandung di tenggorokan, inilah aku yang betapa ingin
membangkitkanmu yang tergeletak. Mungkin ini garis terberat aku
mencintaimu. Ada baiknya aku memohon ampun, mengakui kelemahan,
menjunjung tinggi belas kasihan dan tak lupa berterima-kasih. Sayang,
aku tidak hanya ingin sekadar ada, tetapi siap dan lagi bisa. Bila
lengah mata melihat atau lelah pundak memikul, ketahuilah langkahku
tetaplah engkau!
Aku ingin terlempar untuk membentur bola matamu, lalu terus
menggelinding di atas tiap esokmu. Bagiku, wajah yang dipukul telak
masih lebih ringan daripada tidak dipeluk kamu di saat-saat seperti
ini. Karena tidak dicintaimu adalah sesuatu yang baru, yang membuatku
merasa asing di antara segala hati yang membuka pintunya.
Di dalam tubuhku, di dalam hidupku, kaulah darahku, alasan degup
jantungku! Kini aku merasa bahwa hatimu telah menelanku hidup-hidup.
Apakah aku melantur? Tidak. Aku hanya takut menjadi bangkai di dalam
hatimu. Itu saja.
Kacau
Aku terkikis ke lubang senyap oleh waktu yang tak cukup sanggup menyapu
bayang-bayang mu, seakan aku begitu kecil untuk berdiri di atas kenangan
yang meraksasa. Tidak kah kau ingat? kau seperti telah melepas tali
yang menjerat
leherku. Namun ternyata, kau hanya memindahkan tali itu dan mengikatnya
dalam hatiku
Terkurat, itu aku di pelosok hatimu. Hati yang menjadi aneh semenjak engkau terseret zaman
setiap aku bertemu malam, aku termenung. Aku ingin menjauh dari sinaran bulan yang seolah sedang memelototi ku, seuntai jiwa yang berubah asing saat menjadi sepi tanpa hadirmu
Kau tau jangkrik? ya, ada sarang jangkrik di dalam hati yang kau campakkan ini. Sunyi, membosankan
Aku ingin pulang saja dengan kereta dan kenangan tentangmu biar berjejeran di atas relnya. Biar terlindas. Hancur. Berantakan. Seperti aku sekarang ini. Maka saat angin membawa bunyi kereta listrik itu untuk menepuk pundakku, ku harap seketika aku tersadar dari lamunan
sudah terlalu lama aku kikuk. Ini lebih menyiksa daripada menahan kantuk, karna ada kuk yang tidak ku lepas, yang tidak aku letakkan di atas tangan malaikat Tuhan. Itu engkau, sosok menyilaukan yang menipu ku dengan senyuman
apa aku cukup kuat dibelai takdir?
Pertanyaan bodoh. Sementara berat ku pikul penglihatanku
Aku berubah ringan menarik urat, seakan senyum susah sekali. Sudah seharusnya kah aku marah?
Betapa aku ingin menarik segala nama hewan-hewan buas dan memperkenalkannya pada hatimu, aku rasa aku pantas kembali dan memaksa mu untuk membalas senyum yang lebih lebar daripada senyum para penipu. Karna aku tak kan terharu saat memunggungi mu yang sedang mesra dengan orang yang beruntung
Dengar cantik, kau bisa jatuh ke tanah seperti bersama dedaunan kering kemudian tersapu angin sampai jauh dari pohonnya
Maaf. Ini maaf untuk diri ku sendiri, bukan untuk kamu. Mungkin karna pernah merindukan ku, kau jadi mampu merindukannya. Wajahmu kembali merah, bibirmu kembali mekar
Tapi sebentar jangan kemana-mana, bersiap-siap lah menyambut karma
Helai demi helai kisah yang indah dikala dulu, itu akan segera terderai dikibas angin
wahai kekasihku, mungkin kekasih yang paling menggelikan. Atas ulahmu di masa lalu, aku masih kacau seperti ini
Hebat!!.
Terkurat, itu aku di pelosok hatimu. Hati yang menjadi aneh semenjak engkau terseret zaman
setiap aku bertemu malam, aku termenung. Aku ingin menjauh dari sinaran bulan yang seolah sedang memelototi ku, seuntai jiwa yang berubah asing saat menjadi sepi tanpa hadirmu
Kau tau jangkrik? ya, ada sarang jangkrik di dalam hati yang kau campakkan ini. Sunyi, membosankan
Aku ingin pulang saja dengan kereta dan kenangan tentangmu biar berjejeran di atas relnya. Biar terlindas. Hancur. Berantakan. Seperti aku sekarang ini. Maka saat angin membawa bunyi kereta listrik itu untuk menepuk pundakku, ku harap seketika aku tersadar dari lamunan
sudah terlalu lama aku kikuk. Ini lebih menyiksa daripada menahan kantuk, karna ada kuk yang tidak ku lepas, yang tidak aku letakkan di atas tangan malaikat Tuhan. Itu engkau, sosok menyilaukan yang menipu ku dengan senyuman
apa aku cukup kuat dibelai takdir?
Pertanyaan bodoh. Sementara berat ku pikul penglihatanku
Aku berubah ringan menarik urat, seakan senyum susah sekali. Sudah seharusnya kah aku marah?
Betapa aku ingin menarik segala nama hewan-hewan buas dan memperkenalkannya pada hatimu, aku rasa aku pantas kembali dan memaksa mu untuk membalas senyum yang lebih lebar daripada senyum para penipu. Karna aku tak kan terharu saat memunggungi mu yang sedang mesra dengan orang yang beruntung
Dengar cantik, kau bisa jatuh ke tanah seperti bersama dedaunan kering kemudian tersapu angin sampai jauh dari pohonnya
Maaf. Ini maaf untuk diri ku sendiri, bukan untuk kamu. Mungkin karna pernah merindukan ku, kau jadi mampu merindukannya. Wajahmu kembali merah, bibirmu kembali mekar
Tapi sebentar jangan kemana-mana, bersiap-siap lah menyambut karma
Helai demi helai kisah yang indah dikala dulu, itu akan segera terderai dikibas angin
wahai kekasihku, mungkin kekasih yang paling menggelikan. Atas ulahmu di masa lalu, aku masih kacau seperti ini
Hebat!!.
Kecil
Teruntukmu,
Atas segala masalah yang datang, seberapa berat hal-hal itu,
sesungguhnya itu akan menegaskan banyak hal padamu, terutama tentang
sebuah makna di balik aku tetap di sini. Oleh karenanya, jangan kamu
merasa hina karena aku mencintaimu, atau aku bisa menjadi sedih dan
menangisinya! Memang ada banyak yang lebih hebat daripada kamu, tapi lebih hebat bila aku tetap mencintaimu.
Percayalah! Biarkan aku menangis untuk
tersenyum! Inipun karena cinta. Aku yakin, aku tidak menjadi bodoh
karena itu. Tetaplah di sini, dan jangan menghukum dirimu karena
kedukaanku! Aku tidak ingin bolos dari derita. Aku ingin benar-benar
melewatinya dengan nilai yang memuaskan. Maka tidak
akan kubiarkan siapapun mencuri kesedihanku dan menggantinya dengan
kesia-siaan! Aku ingin memenangkanmu karena pernah meneteskan airmata.
Seperti itu kesanggupanku. Demikian pula, aku tidak akan menyudahi cinta karena ketidakpuasaan sesaat. Aku akan menyimak hidup sampai kita benar-benar tiba di hari senang.
Memang, ada banyak yang bertahta daripada
kedudukanmu , pula berharta daripada isi sakumu. Tetapi itu semua adalah
yang aku kenal sebagai aneka dari ujian. Melatih jiwaku untuk dapat
mengangkat keberuntungan. Kekasih, mempertahankanmu adalah caraku
membanggakan anugerah Tuhan. Kamu hanya begitu kecil di mata dunia, yang terlalu jelas dilihat Tuhan, walau kusimpan di dalam hati.
Bukan Baru Kemarin Sore
Aku telah lama mengenalmu, bukan
baru kemarin sore. Kamu seperti selembar kertas yang aku baca setiap
pagi, seperti kursi yang aku duduki setiap siang, seperti jalanan yang
aku lewati setiap sore, dan seperti radio yang aku dengar setiap
malam. Aku tahu getar suaramu, aku ingat lirik matamu dan aku mengerti
arti senyummu. Aku tahu saat kamu merasa lapar, atau mengantuk dan juga
bosan. Aku hafal warna kesukaanmu, minuman favoritmu dan lagu-lagu yang
sering kamu dengarkan. Aku kenal sahabatmu, aku juga ingat wajah
ibumu. Aku pernah menjabat tangan saudaramu, dan aku pernah menyentuh
boneka kesayanganmu. Aku mengerti bahwa kamu tidak suka soda, enggan
menunggu lama dan pantang pulang di larut malam. Aku ingat bahwa kamu
pun benci asap rokok dan tidak tahan bila berada di ruangan yang tak
sejuk. Aku tahu saat maag-mu kambuh, dan aku bisa membaca perih yang
perutmu rasakan. Sebegitunya aku mengenal kamu, dan kamu pun
memahaminya. Maka apa lagi yang mau kamu tanyakan padaku tentang
seberapa perihnya aku yang telah kamu dustai?
Perayaan Penyesalan
Kaulah hitam yang tak terangi, mimpi yang tak tersadarkan, dusta
yang menggiurkan, dan pesta kematianku. Aku meminta lagu tersendu untuk
disenandungkan di malam ini, nada yang lunglai mengiring ketumbangan
hari, ketergeletakan waktu tanpamu, diguncang ketakutan, keluntuhan
tinggi hatiku, mungkin sebentar lagi aku akan terkubur. Sebenarnya aku
memaksakan diri sebab rupa-rupanya detik tidak menyediakan celah untuk
aku membunyikan perasaanku, fikiran porak-poranda, gusar bagaikan ada
kedatangan topan yang menghempas banyak kalimat. Apakah hidup terlalu
keras untuk peduli? Mungkin aku terlalu kecil untuk bertanya. Namun
andai ada keajaiban ujntuk kau mau mengerti bahwa merindukanmu telah
menjadikanku buah bibir benda-benda mati, merayakan penyesalan, meratapi
kebahagiaan. Dunia bagai terbalik, kau kasihan pada senyumku namun
tangisku menyenangkanmu, ini adalah bukti tentang adanya tuaian atas apa
yang aku tabur, harga atas apa yang dulu aku sia-siakan. Seseorang yang
penuh cinta yang telah aku anggap enteng, yang hadir di hidupku sebelum
kamu datang, dan kamu memberi ku lebih dari luka yang dulu pernah
kuberikan padanya
Tak Ada Hari Untuk Kau Kembali
Bersembunyi membuat kita melahirkan dunia sendiri. Dunia yang selalu sama, tak berubah; perasaan. Memang, aku
telah banyak mengecewakanmu, baik sengaja maupun tidak, namun
perasaanmu tidak bergeser, masih pemaaf yang tak pernah tergantikan. Terima
kasih! Kau telah menjadi perempuan yang terima aku luar dan dalam,
sosok yang sering menjelaskan apa yang tak ingin kusampaikan. Tidak
ada satu kekurangan pun yang perlu aku sembunyikan dari engkau. Tidak
ada satu kelebihan pun yang tak kupersembahkan padamu. Tidak ada.
Mungkin, waktu akan membawaku lenyap dari hatimu. Mungkin, itu adalah hari yang tak pernah ingin aku lewati. Mungkin
akan ada saat di mana kau tak perlu mencintaiku lagi. Tetapi mungkin,
aku pikir itu bukan hari ini, malam ini, detik ini.
Sesungguhnya hatiku akan selalu terjaga, kapanpun engkau ingin kembali. Aku sering bertanya kepada benda-benda mati; apa hati bisa melucu? Sebab kata hati, aku bisa memilikimu, lagi. Kini,
sebenarnya kejauhanmu membuat aku menanti-nanti kesalahanku sendiri, di
mana aku sedang merasa benar dalam meyakini; hari di mana kau akan
kembali itu tak ada.
Sumpahku Padamu
Ada permata-permata kecil
di dalam ingatan. Selalu menyala, memberi ketenangan, sekalipun harus
melangkah dengan memejam. Mungkin permata-permata itu memantulkan cahaya
dari wajahmu; bayangan yang masih terpelihara di dalam hati.
Menyayangimu seperti mengalir, aku tak pernah menjumpai hilir. Tiada muara untuk aku dapat melupakanmu. Hingga di penghujung
hari ini, katakanlah sisa sedikit langkah ke pintu masuk menuju esok,
tetapi ada tumpukan kenangan yang menumpuk di kereta kecil yang kuseret.
Aku pernah meminta hatimu dengan sangat, tetapi tidak dengan
memaksa. Aku tidak mungkin mengemis untuk memohon kau jujur pada dunia,
bahwa akulah satu-satunya yang kau ingin mendampingimu, bahwa kau tak
akan pernah menemukan kebahagiaan jika hidup tanpa kekuranganku. Sebab
akulah pelengkapmu, Sayangku. Kau dan aku hanya akan menjumpai hari yang
selalu seperti tak pernah berakhir.
Tidak, menurutku keadaan bukan pemenang, sebab cinta tiada
lawan. Kau hanya menyerah dan seperti gelas yang jatuh ke lantai, mimpi
kita tinggal serpihan. Sekarang baiklah, menikahlah dengannya! Aku
bersumpah, wajahku akan selalu ada di tiap kau memejamkan mata. Aku
bersumpah, selama kau masih ingat namaku, peluknya akan selalu terasa
hambar.
Aku Sudah Nyata Untukmu
Ketidakpastian hanyalah keyakinan yang tidak sepenuhnya.
Jarak hanyalah ruang untuk merindu, orang yang setia akan menghormati keberadaannya.
Jika ada hati yang dipilih, maka seharusnya ada sikap yang diambil.
Apa aku harus percaya kau? Kau bahkan tak yakin pada diri sendiri.
Baik adalah cukup bagiku. Kau tak perlu jadi yang terbaik untuk kucintai.
Kupikir tidak ada bahagia yang bisa dicapai dengan keterpaksaan.
Terkadang manusia tertipu. Dilihatnya pintu harapan sebagai penghalang.
Acapkali juga manusia merasa aneh pada sesuatu yang nyata.
Seperti kamu.
Kamu adalah kenyataan yang patut kumiliki. Usahlah mencariku di mimpi, aku sudah nyata untukmu, aku ada bagi hidupmu.
Merebut Hatimu Dari Tangannya
Ia menghubungimu hanya karena, dan entahlah, kau terlihat berbunga-bunga. Kau punya perasaan terhadapnya, namun tak ada kesiapan memilikinya. Mungkin begitu sebenarnya. Jika ia memperlakukanmu dengan buruk dan kau tetap tak bisa lepas darinya, mungkin kau hanya mencanduinya, bukan mencintainya.
Keseluruhanmu telah disentuhnya. Seakan takut kehilangannya
adalah cinta, padahal kau hanya sedang terperangkap pada sesuatu yang
terlanjur. Terlanjur basah, terlanjur luka. Apa kau sedang berada di
dalam keadaan menuju mati perlahan-lahan?
Diperbudak oleh sepi, tunduk pada kebaikan yang mengecoh, sampai yang tepat jadi tak nampak. Kau jauh mencari-cari, tak pernah kau gali di dalam diri. Maaf. Terkadang
kata-kata itu menyakiti, seperti tamparan. Ada tamparan yang untuk
melukai, ada pula yang untuk menyadarkan. Maka dengan ini aku ingin
merebut hatimu dari tangannya. Bukan maksud aku mencuri. Aku hanya ingin
menyelamatkan hatimu untuk tidak diremasnya terus, supaya tidak
dilukainya terus.
Pujian Untukmu
Kamu itu lebih dari cantik.
Entahlah. Dibanding perempuan lain, wajahmu adalah yang ternyaman di
mataku. Tapi boleh aku kasih sedikit masukan? Menurutku, cantikmu akan
lebih terlihat cerah jika kau ada di samping aku.
Ya, kita adalah dua kepala yang sama keras, dua hati yang sama rasa.
Mungkin esok atau lusa kita akan bertengkar, tetapi hanya kamulah yang
ingin kupeluk sekarang. Sesungguhnya, tidak ada satu haripun aku bosan
akan hadirmu. Tidak ada.
Kekasihku, aku ingin menjadi cermin untuk kamu dapat melihat dirimu
berharga. Hiduplah denganku! Di mataku, kamu akan melihat dirimu indah
di tiap harinya. Dan menyemengatimu, aku tak pernah tak ada waktu.
Suatu Hari Nanti
Matanya itu terangi aku namun ia memandang dengan semaunya,
suatu hari nanti sesaat setelah kepergianku, apa yang ia lihat hanyalah
hampa. Demi rindu yang meraksasa ini, aku ingin suatu hari nanti ia akan
kembali bukan untuk kumiliki lagi tapi untuk menamparku berkali-kali,
suatu hari nanti ia akan tersiksa oleh pernyataannya sendiri, tentang
bagiaman ia tidak mengindahkan maaf, kemudian kehilanganku. Dialah
ketanyaanku antara pergi dan terkendali, aku terpakku. Suatu hari nanti
saat letih tepis rasaku ia akan tanya mana marahku, suatu hari nanti
ditiba saatnya lelah pukul hati nya ia akan memohon kepada sang waktu
agar jam berjalan mundur, pergilah sejauh mungkin ke tiap hati yang
berani kau tempati. Suatu hari nanti mendengar namaku akan terasa
bagaikan terancam mati, suatu hari nanti setelah aku meninggalkanmu aku
akan menemukan seseorang yang baru yang baik dan aku akan memberikannya
rumah supaya ditiap aku merindukan aku akan segera pulang, suatu hari
nanti seseorang yang baru itu akan berjalan menuju altar datangi aku
yang berdiri dengan tersenyum dan gemetar.
Untuk Matamu
Angin
membawa keping-kepingnya melayang jauh di atas tanah
jauh
sulit kukejar
sulit kugapai
Lihat betapa aku menghias luka
Kubuat segala mulut melebarkan bibirnya
kecuali bibirku sendiri
Ah, aku merasa aku tidak untuk di sini,
aku tidak untuk di sana,
aku tidak untuk di mana-mana
selain ada untuk matamu.
Saya Ingin Selalu Sama Seperti Puisi
Saya ingin selalu sama seperti puisi ditulis, dibaca, didengar,
dihayati, dirasakan. Saya ingin selalu sama seperti puisi menyentuh,
memeluk, menyambuhkan. Yyaa saya ingin selalu sama seperti puisi, puisi
kepunyaan penyair hebat tetapi tidak puisi saya, puisi saya berantakan,
sulit dimengerti, setiap kata bagaikan kepingan seperti gelas kaca yang
pecah dan belingnya berserakan di lantai. Kertas adalah lantai bagi
saya, saya berjalan dengan menjinjing di atasnya, khawatir saya terluka
oleh tajam kata-kata saya sendiri. Tadinya hati adalah bagai gelas kaca
yang utuh, dan ia menuang cinta untuk kuteguk, sayang cinta itu terlalu
mendidih. Saya tak kuasa menggenggam gelas, saya tak cukup tahan
terhadap panasnya. Jatuh, gelas yang saya pegang dengan tangan saya itu
jatuh, jatuh ke lantai, hancur berserakan di kaki saya. Iya menangis dan
kemudian pergi
Aku Lelaki yang Sabar
Pernah adakah waktu untuk kamu berpikir tentang lelaki mana yang dapat tahan dengan sikapmu?
Ya, sikapmu.
Bebunyian panci-panci yang berjatuhan berikut suara piring dan gelas yang pecah di dalam kepalaku? Adakah kau berpikir bahwa aku lelaki yang bisa lelah? Adakah kau berpikir bahwa aku manusia yang bisa merasakan pusing?
Aku, akulah lelaki yang tak pernah lelah berjuang untuk mengerti kau, akulah lelaki yang rela merasakan tiap peningnya saat keluar keluh dari mulutmu.
Aku.
Akulah lelaki yang dapat tahan dengan segala sikapmu yang kekanakkan, akulah lelaki yang dengan sabar menunggu saatnya engkau aku tinggalkan.
Ya, sikapmu.
Bebunyian panci-panci yang berjatuhan berikut suara piring dan gelas yang pecah di dalam kepalaku? Adakah kau berpikir bahwa aku lelaki yang bisa lelah? Adakah kau berpikir bahwa aku manusia yang bisa merasakan pusing?
Aku, akulah lelaki yang tak pernah lelah berjuang untuk mengerti kau, akulah lelaki yang rela merasakan tiap peningnya saat keluar keluh dari mulutmu.
Aku.
Akulah lelaki yang dapat tahan dengan segala sikapmu yang kekanakkan, akulah lelaki yang dengan sabar menunggu saatnya engkau aku tinggalkan.
Kapan Kau Datang Lagi
Kapan kau datang lagi, membangunkanku tidur, mengingatkanku bahwa waktu
itu berharga saat denganmu? Kapan kau datang lagi, menjemputku pergi,
membawaku ke tempat yang kau pikir kita bisa tenang di sana? Kapan kau
datang lagi, menemuiku yang tidak tahu bagaimana lagi jika tanpa kau?
Kapan kau datang lagi? Kapan?
Aku Kalah
Apa orang yang memperlakukanmu dengan begitu baik harus diam-diam menjahatiku? Kudengar ia orang
yang baik, pekerja keras, mau mengalah, rajin beribadah dan namun
diam-diam mengungkapkan perasaannya kepada kekasihku dan itu kau. Aku
kalah. Aku lengah. Sesaat setelah aku berkedip, kau lenyap. Kau
kekasihku telah direnggut, perasaanmu kini terbelah. Setengah untuk
orang yang begitu baik, mungkin setengah lagi hanya teruntuk
kutanya-tanya.
Aku tidak menyalahkanmu. Kan kulihat kau bahagia. Hanya dulu,
aku dapat melihat hati yang penuh pada sepasang bola matamu. Sekarang
aku kagok oleh karena begitu banyak ketakutan di dalamnya. Aku ingin
bertepuk tangan, namun khawatir kau tersinggung.
Apakah ini pertanda untukku meniti hidup yang baru untuk
seseorang yang baru? Aku tidak yakin, sebab sampai di hari ini, rindu
selalu lebih kuat dari kekecewaan. Aku tidak mau memilih pengganti
dengan hati yang hanya memberikan rasa kasihan. Hati yang menjerit tidak
harus selalu menyerukan kesepian. Biarlah aku sendiri asal tidak
memiliki yang tidak aku cintai. Ini lebih baik dari asal-asalan.
Hanya dengar kekasihku, jangan karena kau cinta aku begitu besar, cintaku jadi tidak berarti apa-apa! Kau tahu kalau kau mencintaiku, namun cintakah yang kau inginkan? Jika kau bilang kau lebih mencintaiku, lalu untuk diakah sisanya? Ah, isi hatimu dipertanyakan. Sekarang bayangkan! Jika hati kekasihku dicuri orang, akankah hatinya akan kembali dengan utuh? Karena siapakah aku yang menjawab tanya sendiri.
Mungkin ini pelajaran bahwa ternyata ada juga cinta yang jahat,
cinta yang mencari celah untuk dapat memisahkan dua hati yang menyatu.
Aku dan kamu yang dulu pernah menjadi kita. Baiklah, baiklah. Biar bumi
berputar, waktu berjalan dan aku terpaku saja akan bayang-bayangmu.
Yang baik selalu menang, yang terbaik hanya dikenang. Aku kalah.
Apa Ku Pernah?
Apa kau sanggup meninggalkanku?
Kau pernah sanggup mencintaiku.
Apa kau perlu membenci aku?
Aku pernah kamu perlukan.
Apa kau ingin melupakanku?
Kau pernah ingin aku ingatkan.
Apa kau mampu menyakitiku?
Kau pernah mampu melindungiku.
Apa kau bisa hidup tanpaku?
Kau pernah bisa hidup denganku.
Apa kau mau menjauhiku?
Kau pernah mau mendekatiku.
Apa kau merasa harus memaki aku?
Aku pernah merasa harus memuji kamu.
Apa kau rela aku bersedih?
Kau pernah rela menangisiku.
Apa kau tidak percaya aku?
Dulu kau pernah meyakinkanku.
Apa kau tidak merindukanku?
Kau pernah sangat rindu padaku.
Apa kau mampu cari yang lain?
Kau pernah mampu terima aku.
Apa kau sanggup mengacuhkanku?
Kau pernah sanggup perhatikanku.
Apa kau terus menghindariku?
Kau pernah terus mencari aku.
Kau pernah mampu terima aku.
Apa kau sanggup mengacuhkanku?
Kau pernah sanggup perhatikanku.
Apa kau terus menghindariku?
Kau pernah terus mencari aku.
Apa kau lari dariku?
Kau pernah mengejar aku.
Apa ku hina dimatamu?
Kau pernah senyum memandangiku.
Apa kau hebat melukaiku?
Kau pernah hebat menjaga aku.
Apa kau tetap pilih yang lain? Kau pernah tetap memilih aku.
Apa kau bangga khianatiku? Ku pernah bangga engkau setia.
Lengkapnya Sepi
Lama tidak dengar kabarmu, bagaimanakah kamu sekarang? Semoga kamu dijaganya baik, jangan sampai percuma melepas aku. Jauh
dariku bukan berarti tanpa tertawa. Meski ia tidak selucu aku,
janganlah jatuh air matamu. Meninggalkan aku sendiri di sini kan
seharusnya bukan pilihan untuk bersedih sepanjang hidup. Semangatlah
untuk membuat dirimu mencintainya!
Memang sesekali aku coba mencinta dengan mencium,
mendobrak pintu hatiku dengan kecupan. Namun apa mau dikata, malah luka
perasaan orang. Apa cinta yang meledak-ledak menghancurkan hati sendiri? Sebab setiap bunyi hantaman keras, kudengarnya bagai namamu.
Beberapa menyukaiku dengan lembutnya, hanya tak sedalam kamu mengenal aku. Kamu lebih dari masa lalu, seperti pahlawan yang tidak mungkin hanya karena ada luka kecil, dapat terlupakan perjuangannya. Jika ada sejuta mulut yang menyoraki aku berengsek, aku percaya kamu tetap memiliki suara sendiri. Itulah! Sesekali memang aku suka berkata bodoh, membencimu karena jauh. Sebab menyakitkan, kamu hadir untuk kuingat, seperti datang untuk berpamit. Terkadang
ini yang membuatku berharap cemas, di mana kiranya keseluruhanku dapat
rubuh, sehingga dari atas panggung aku terjatuh, kemudian mendarat di
pangkuanmu. Sekarang setelah semuanya ingin kumulai sendiri, tiap kepingku telah menjelma menjadi nyawa dan memberi hidup bagi tiap kata yang melengkapkan sepi setiap orang.
Semoga Tidak Kamu Lagi
Ada rasa
sedih saat melihatmu bahagia. Bukan karena aku tidak ingin kamu bahagia,
melainkan karena bukan aku yang membahagiakanmu. Itu
menyakitkan, seperti pukulan yang sebenarnya ingin buatku tersadar.
Mungkin ini waktu untuk aku terpuruk, supaya aku dapat melihat Tuhan
memakai kenangan ini untuk buatku dipenuhi kesiapan, sehingga doa dapat
melahirkan semangat dan kemudian buatku bangkit.
Namun ketahuilah sebelum aku sudah tak lagi
mencintaimu, ini darahku mengalir membawa bayang-bayangmu mengelilingi
tubuhku dan jantungku berdenting demi kau menari-nari di pikiranku.
Ada satu hal yang sampai hari ini masih membuat aku bangga menjadi aku,
itu karena aku mampu terima kamu apa adanya. Aku meminta ampun kepada
Tuhan, sebab aku pernah berharap kalau suatu saat, ketika angin
menghempasku hilang dari daya ingatmu, aku ingin tak pernah lagi
menginjak bumi. Sebab hidup jadi terasa bagaikan dinding yang dingin.
Aku harus menjadi paku, sebab kamu bagai lukisan dan cinta itu palunya.
Memukul aku, memukul aku dan memukul aku sampai aku benar-benar menancap
kuat.
Pada akhirnya, semoga, tidak kamu lagi yang aku lihat sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum pulas. Amin.